Kamis, 19 Juli 2012

Dengar, Adik kecilku

Adik, sekarang kakak tak akan dipetik tangis
Karena adik harus tegar
Biar kakak hibur adik
Agar tangis tak mengalir lagi di pipi adik
Walau tak ada ayah dan ibu disini
Tapi adik harus percaya
Bahwa kakak akan menemani adik
Kakak akan menjaga adik
Bahkan kakak berani berkorban nyawa
Asal adik bahagia
Adik,
Dengarkan kata-kata kakak sekarang
Bahwa "Kakak akan ada untuk adik"

Rabu, 18 Juli 2012

Lembahyung ketika angin bertanya

Aku memutar semua waktu dalam ukiran citra yang terpaku
Di sudut hari kumelirik kepada malam ketia bermimpi
Ketika hujan membasahi
Dan ketika siang menyinari
Selalu ada notasi dalam nada yang menari
Pergi dan kembali
Bagai naskah yang abadi
Cerita atau memori dikala mata mencari
Sosok bayangan yang tak nampak sampai hari ini
Berbeda dengan kemarin atau sebelumnya
Saat aku hadir dan aku masih bertanya
Ada apa dengan lakumu?
Tapi kau hanya terdiam seolah ini akhir segalanya
Aku tak ingin dengar itu darimu karena aku yakin kau masih ada disisiku
Baik esok ataupun lusa
Jangan buatku bertanya dan khawatir lagi
Lihatlah hari esok yang menjadi teka-teki

Aku dengan Kamu

Aku adalah kesalahan di dalam dirimu
Aku adalah kekurangan untuk dirimu
Aku adalah kepahitan dalam hidupmu
Dan aku adalah kegelapan untuk siangmu
karena aku tak berharga di hidupmu

Yang ku tahu aku tak sempurna
Yang aku tahu aku bukan laksana sang dewi  - dewi
Yang aku tahu engkau sempurna
Yang aku tahu engkau laksana sang dewa

Kita berbeda karena kita tak sama
Kita jauh karena kita tak dekat
Kita benci karena kita tak mau merasakan cinta
Kita egois karena diantara kita tak ada yang mau mengalah

Aku debu engkau mutiara
Aku bumi engkau langit
Aku siang engkau malam
Aku air engkau pun api

Itulah kita sekarang
Tak pernah mau akur satu dengan yang lainnya
Dan aku benci jika harus katakan ini
Bahwa aku bukan dirimu lagi

Piramida hati

Begitu saja angin berlalu
Menghempaskan alunan syahdu
Membuat gejolak tak bernyawa
Di antara sentuhan air yang berjatuhan
Apakah arti dari mimpiku?
Aku tak dapat menjabarkan setiap rasa dalam detikku
Yang ada hanya sebongkah tanya
Tentang duniaku yang menyendiri
Terpisah jauh dari angkasa lain
Dapatkah kuberfikir tentang hatiku?
Entah , sulit jika harus dipahami
Sebongkah tanya takkan bertepi

Ini aku dan itu mimpiku

Kuhitung detik dalam genggaman jemari
Aku masih berlari
Di hamparan sabana dan gurun pasir
Dunia fatamorgana inipun terlahir
Sekarang aku masih yakin untuk berdiri tegap
Melawan badai di tengah terik mentari
Melangkah, berlari dan terjatuh lagi
Seperti garis takdir yg sudah tercipta
Hidup ini kumulai dari tangisan kecil
Hingga mungkin harus berakhir dengan tulang yg rapuh
Tahukah kawan?
Kita semua miliki mimpi
Dibalik itu kita juga miliki batas akhir hidup ini
Kita yg awalnya tercipta dan akhirnya akan tertidur abadi
Masih bisa kokoh sekarang
Namun jika kulihat ke sudut langit
Sudah banyak kawan-kawan kita yg telah pergi
Dan aku masih disini
Mengejar mimpi tak ada henti
Walau letih tapi hasrat ini abadi
Selalu ingin mengejar mimpi
Berbagi kasih dan tawa dengan yg lain
Kawan,
Jika kau mengerti tentang setiap kata yg kurangkai ini pasti kau akan mengerti
Tentang kisah manusia yg masih berlari
Dalam khayalannya menuju sang mentari

Bayangan

Piramida langit ketika malam bermimpi
Dengarkan,
Syair burung-burung yg bernyanyi
Ketika dintum naluri terangkat oleh riangnya rumput-rumput yg menari
Dihiasi oleh cahya bak sang rembulan
Disaat itulah aku benar-benar menemukan siapa bayanganku
Wahai pantulan yg ada di depan cermin
Aku kenali dirimu
Serasa dekat dengan setiap langkahmu
Namun aku rasa jauh dengan indramu
Mengapa kau lepas dari diriku?
Membiarkanku lalu lalang mencari siapa tokoh dalam diriku
Seribu dongeng tak ada satu bayanganku
Kini kutemukan dalam serpihan cermin semu
Dan kau tak mau menatapku
Karena aku tak mengenali siapa AKU
Ini dongeng yang bertemakan aku
Gadis bodoh tanpa karakternya
Mengemis dikala semua berhenti
Harapan bodoh tanpa jatidiri

Aku yang hilang

Aku,
Menelusuri setiap malam
Mencari sesuatu yg hilang padaku
Beralih dari setiap angan
Karena aku butuh hal yg hilang pada diriku
Burung-burung tawarkan sayapnya padaku
Namun, aku ragu menjatuhkan sayap dipunggungku
Dilangkah yang kedua
Mentari coba tawarkan sinarnya padaku
Namun, aku ragu untuk selalu menjadi lilin
Angin itu berdesis
Mempertanyakan apa yg aku cari
Apakah itu fiksi atau fakta?
Namun aku rasa itu nyata
Aku yakin!
Ribuan abad dalam setiap detik
Aku lelah,
Berteduhlah aku dengan membasuh wajahku di oase itu
Tiba-tiba terlihat sesosok pantulan menyerupai diriku
Siapakah itu?
Apa itu aku?
Aku baru menyadarinya
Bayanganku yang ada dalam diriku
Itu yg selama ini aku cari dalam waktuku
Bayangan itu terjebak dalam kelam
Dan aku sekarang menemukannya
Yang sebenarnya dekat denganku
Pecahan yg hilang itu adalah DIRIKU

Lily pertama dan hujan yang mengantar kepergianmu

Sebut saja aku wanita salju, seseorang yang dingin hati dan tidak mengerti tentang apa itu 'Sahabat'. Tahun ajaran baru, semua orang mendapatkan teman-teman baru dan aku berfikir bahwa itu tidak menyenangkan, terutama untuk aku yang sangat tidak memikirkan apa itu teman atau sahabat karena menurutku pada akhirnya persahabatan akan selalu berakhir dengan pengkhianatan dan ketidak jujuran. Dari sanalah cerita ini berawal, orang-orang menjulukiku sebagai wanita salju yang selalu berdingin hati kepada siapapun.
Pagi yang cerah itu, mega-mega indah warnanya dan saat aku tiba di sekolah ada seorang laki-laki yang memasuki kelasku. Tiba-tiba saja sosok itu mendekatiku seolah dia telah kenal lama denganku. Aku hanya memasang wajah tidak tahu apa-apa tapi tiba-tiba dia berkata.
"Kamu teman masa kecilku kan?" Aku sangat bingung sekali karena dia melontarkan pertanyaan yang aneh.
"Siapa kamu? Emang aku kenal? Sorry salah orang."
Aku langsung ingin pergi dari bangkuku karena ini semua sangat gila, ada seorang laki-laki yang tidak aku kenal sama sekali tapi tiba-tiba datang menghampiriku dan berbicara bahwa aku teman masa lalunya. Ini adalah kejadian yang sangat konyol.
Langkahku
terus menelusuri lorong-lorong kelas tetapi sejenak menjadi terhenti karena tiba-tiba saja aku merasakan sakit dibagian dada dan otakku merasa sangat tertekan sekali.
            “Ada apa ini? Mengapa aku seperti lemah begini?” Keluhku dalam hati.
Aku langsung pergi ke UKS dan mencari obat sakit kepala tetapi ternyata obat itu tidak berefek kepadaku. Dalam hitungan detik tiba-tiba saja aku ingin beristirahat tetapi ternyata malah aku jatuh pingsan.
            Pertama aku membuka mata, kedua orang tuaku sudah berdiri di depanku. Aku mencium bau obat-obatan dan ternyata ini adalah Rumah Sakit. Dokter memberiku surat peringatan agar aku tidak mengikuti jam pelajaran praktek olahraga, tapi menurutku itu akan sangat membosankan karena aku tidak dapat bermain futsal lagi.
            Keesokan harinya, prasangku ternyata benar. Aku tidak dapat bermain futsal karena surat yang diberi oleh Dokter dan akupun hanya bisa terdiam di sudut lapangan, tidak ada satu pun orang yang mau bermain denganku. Ini adalah tahun ajaran baru yang sangat membosakan sekali, baru saja aku masuk ke sekolah ini tetapi sudah terjadi hal seperti ini. Tiba-tiba dibawah terik matahari yang sangat panas itu ada seorang laki-laki yang menghampiriku dan itu tidak lain adalah anak laki-laki aneh yang kemarin.
            "Mau main futsal denganku tidak? Apa kamu tidak mempunyai nyali sehingga hanya bisa berdiam di sudut lapangan ini sendiri hahaha."
            "Diam kau! Aku berani, okeh kita akan bertanding!" Sepertinya dia benar-benar ingin menantang kehebatanku dalam bermain futsal. Walaupun aku lemah tetapi untuk urusan futsal tidak usah dikhawatirkan lagi. Pertandingan futsal itu berlangsung hanya dengan dua orang pemain, hebatnya aku selalu mencetak gol padahal aku melawan seorang laki-laki dengan postur badan yang tinggi, entah mengapa kali ini aku merasa tidak kesepian lagi.
            "Bagaimana? Apa kau ingat waktu dulu kita selalu main bersama?" Radit mengucapkan hal itu saat aku hendak menendang bola ke gawang. Permainan futsal itu menjadi terhenti karena aku menjadi sangat tidak bersemangat jika membahas tentang hal ini lagi, tidak ada gunanya membahas hal yang tidak pernah terjadi.
            "Dengar yah Boy! Aku tidak kenal kamu, bahkan kamu tidak kenal aku. Tetapi begitu lancang kamu membuat aku seperti lupa atau sebagainyalah! Terima kasih telah menemaniku bermain tetapi aku muak membahas hal bodoh ini!" Aku meninggalkan laki-laki itu begitu saja.
            Aku sangat heran dengan tindakan dia yang selalu menanyakan tentang masa lalu. Tindakan aku kepada orang lain selalu saja dingin, aku tidak pernah melihat apakah dia laki-laki atau pun perempuan tetapi emosiku tidak akan bisa terkontrol jika sudah meledak apalagi dia selalu membicarakan hal yang menurutku sangat aneh dan membuat suasana menjadi kering.
            Hari-hari pun berlalu, aku mendapatkan info yang banyak tentang laki-laki aneh itu, ternyata namanya adalah Radit. Dia adalah anggota tim basket yang handal tetapi dia sangat lemah jika bermain futsal. Aku merasa sangat aneh karena dia mau bermain futsal denganku padahal dia tidak bisa bermain sama sekali dan itu pasti akan membuatnya sangat malu, dia adalah Top Idol di sekolah ini tetapi aku tidak peduli tentang itu.
            “Mengapa Top Idol  itu sangat aneh?”
            Pulang dari sekolah aku masih mengerjakan LKS Matematika, tiba-tiba Mamah membereskan semua album foto dan aku pun jadi ingin melihat semua kenangan ketika aku kecil dan dari situlah semua kebenaran mulai terungkap. Ternyata aku melupakan seseorang yang ada pada masa laluku, awalnya aku sedikit kebingungan karena aku tidak dapat mengingat sama sekali siapa nama orang ini dan dia adalah siapa dimasa laluku.
            "Ka, ini Radit, temen waktu di Bandung." Mamah memberikan foto Radit kepadaku.
            "Siapa? Radit yang mana?"
Dugaan Dokter selama ini ternyata benar, semenjak aku mengalami cedera karena  jatuh dari lantai tiga dan kepalaku terbentur sangat keras tepatnya ketika aku berumur 4 tahun. Ternyata aku melupakan setengah memori masa laluku tapi mengapa harus satu objek yang aku lupakan? Apakah masuk akal jika amnesia hanya melupakan satu orang saja? Ini aneh dan tidak masuk akal. Ini bukan sinetron. Ternyata Radit bukanlah orang yang aneh atau gila tetapi itu adalah kenyataannya, aku telah melupakan seseorang yang menjadi temanku selama 2 tahun.
            Di sudut ruangan kelas, semua orang malah asik sendiri dengan kubu-kubunya tetapi aku netral atau sama sekali tidak berkomunikasi dengan orang-orang yang ada disini. Radit tetap kokoh akan pendiriannya dan berusaha mengingatkanku dengan masa lalu yang kita lewati dulu, hari ini dia membawa gelembung udara yang ditiup.
            "Dini! lihat ini, kita dulu sering bermain ini saat masih kecil, kamu ingatkan?" Radit meniup gelembung itu dengan senyuman khas lesung pipitnya.
            "Radit, memang semua itu benar tapi maaf aku benar-benar tidak ingat apapun tentang kamu, mungkin kamu tahu tentang kejadian di masa lalu yang menimpa aku kan?"
            "Aku tahu, aku harap dapat mengingatkan kamu pada masa lalu yang pernah kita lewati bersama dan aku tidak akan menyerah!" Radit sangat menaruh harapan besar agar aku bisa ingat semua masa lalu itu tapi ini tidak mungkin rasa karena ingatanku tentang dia benar-benar nihil.
            Hari-hari pun telah berganti menjadi bulan dan Radit masih terus saja berusaha mengingatkan pada masa kecilku dengan dia, padahal aku hanya teman masa kecilnya, aku bukan orang yang terlalu berharga dihidupnya 'hanya teman masa kecil'. Waktu mendekatkan keberadaan kami berdua, kita sering bermain dan belajar bersama. Radit sangat senang bila aku mengajarinya Matematika dan selama ini kita berganti posisi. Dia mengajariku tentang sastra walaupun terkadang aku tidak mengerti karena bahasanya terlalu berlebihan namun menurutku itu indah. Tuhan mungkin merencanakan suatu keajaiban dimana aku menemukan seseorang yang bisa mengerti bahkan peduli terhadap diriku melebihi aku sendiri. Aku mulai mengerti dan sadar bahwa ini adalah seorang Sahabat, Radit adalah sahabat pertamaku. Selama ini aku merasa kesepian namun kini tidak lagi, bahkan ada yang lebih bisa mengerti dibandingkan yang lainnya. Radit mengetahui penyakit yang aku derita selama ini, dia selalu ada di setiap aku benar-benar butuh tempat untuk bercerita tentang  problematika yang aku hadapi,sahabat setia yang selalu ada untukku.
            Pagi itu keluargaku dan keluarga Radit pergi ke Bandung, tepatnya ke tempat yang dulu, saat aku masih kecil. Radit mengajakku berkeliling dan ternyata aku di bawa ke suatu tempat yang indah seperti alam yang selalu aku impi-impikan. Ada satu pohon besar di tengah rumput-rumput yang hijau. Aku dan Radit berlari ke tempat itu dan dia mengingatkanku pada tulisan alif, ba, ta dan tsa yang aku ukir di pohon ketika kami berdua bersekolah di Playgroup An-Nissa tetapi sungguh aku tidak ingat apa-apa. Raut Radit selalu saja tidak berubah, dia tetap bersemangat dan pantang menyerah. Aku benar-benar tidak ingat semua kenangan tentang Radit. Mengapa orang yang berharga harus benar-benar kusakiti Tuhan? Aku akan berusaha agar aku bisa mengingat kenangan saat kita bersama.
            Waktu terasa sangat singkat, seperti air yang mengalir dengan deras pada haluannya. Hampir 5 bulan semua usaha telah dilakukan, hari ini aku diajak bermain ke rumah Radit.. Radit adalah pribadi yang sangat mandiri dan selalu saja dia tidak akan lepas dengan motor hitamnya. Tetapi tadi malam aku mendengar bahwa Radit mengalami kecelakaan yang cukup serius.
            "Radit, kamu enggak apa-apa?"
            "Aku ga apa-apa ko tenang ajah haha." Radit masih tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa tadi malam.
            "Kamu tuh ya! Kalau habis kecelakaan harusnya istirahat. Eh ini malah mandiin motor!" Aku cukup kesal kepada tindakannya yang seperti ini. Dia selalu mementingkan bahkan memerhatikan aku lebih dari apa pun tetapi dia tidak peduli kepada dirinya sendiri.
            "Udah Dini, ga usah khawatir ya.Selama motor ini enggak apa-apa pasti aku jugaenggak apa-apa. Motor ini kuat ko pasti aku juga kuat, kan aku majikannya haha." Tertawa dan tersenyum, itulah yang selalu kulihat pada wajah Radit.Seperti tidak mempunyai masalah di dalam hidupnya. Aku iri kepada Radit, seandainya aku bisa seperti dia dan tidak mempunyai penyakit pasti aku bisa tertawa dan tersenyum di setiap harinya.
            Siang itu mentari begitu bersinar dengan terang tetapi aku lebih menyukai hujan dibandingkan langit yang sangat cerah karena aku lebih bersahabat dengan hujan. Walaupun aku bermandikan hujan selama 4 jam namun aku tidak pernah sakit. Hujan adalah hal yang bisa membuatku tersenyum dan gembira karena disetiap gemerciknya aku selalu menaruh harapan untuk hidup dan bernafas lebih lama lagi.
Tiba-tiba panas mentari membuatku sangat pusing sekali dan kondisi tubuhku tiba-tiba menjadi lemah sehingga aku terjatuh dari tangga sekolah dan itu cukup menyita waktuku untuk beberapa terlelap.
            Saat aku mulai tersadar, aku mulai mendengar percakapan dokter dan Papah, aku hanya berpura-pura kalau aku masih belum sadar tetapi sungguh percakapan itu sangat mengejamkan dan aku tidak ingin mendengar percakapan Dokter lagi.
            "Anak bapak umurnya tidak akan panjang lagi, mungkin sampai usia 17 atau 18 tahun lagi."
            "Apa tidak ada cara lain Dok? Saya mohon Dok, berapapun biayanya akan saya keluarkan!"
            "Bukan begitu, cara satu-satunya hanya dia dapat memerangi penyakitnya karena penyakit yang dideritanya dari tahun-tahun semakin kelihatan sehingga menyebabkan dia menjadi selalu lemah."
            Percakapan singkat itu cukup membuatku terpukul dan tidak berdaya, sungguh aku ingin berteriak. Mengapa dokter bisa memvonis semua itu? Padahal dia bukan Tuhan. Ayahku dan Dokter pergi keluar untuk menunjukan hasil chek-up dari tahun ke tahun. Air mataku benar-benar tidak bisa tertahan, aku memang perempuan yang lemah tetapi aku masih ingin hidup lebih lama lagi, baru saja aku bertemu dengan seorang sahabat yang tidak pernah aku temukan sebelumnya tetapi inilah kenyataan yang harus aku terima.Pintu ruangan itu terbuka dengan perlahan-lahan tanpa di duga Radit datang dan aku langsung membuka kedua mataku. Aku tidak bercerita tentang apa yang akudengar tadi tetapi aku malah tersenyum karena aku tidak mau mengkhawatirkan Radit lagi. Radit datang membawakanku setangkai Lily putih, entah mengapa dia memberiku Lily padahal sebelumnya Radit tidak pernah memberiku hadiah.
            "Ini untuk kamu, Din." Radit menyerahkan bunga Lily itu kepadaku.
            "Apa ini? Lily untuk aku?" Aku hanya masih bertanya-tanya tentang Lily putih itu.
            "Ya, walaupun aku tahu kamu tidak suka bunga tetapi aku berharap ini adalah bunga pertama yang akan kamu suka. Aku melihat Lily ini nampak seperti kamu."
            "Seperti aku?" Aku benar-benar bingung kenapa Lily ini bisa nampak seperti diriku.
            "Warna putih melambangkan kesucian, dan kamu walaupun terhias oleh warna apa pun tetapi warnamu yang sebenarnya adalah putih."
            "Terima kasih yah Radit kamu memang sahabat terbaik yang aku punya di dunia ini." Aku langsung memegang bunga Lily putih itu dan mencium aromanya.
            "Sama-sama, tetapi aku punya satu permintaan untuk kamu. Tolong jangan kamu coba ingat kenangan yang lalu lagi karena aku tidak ingin kamu celaka atau sakit lagi karenaaku, Din. Kamu cukup mengingat aku yang sekarang, kamu cukup ingat bagaimana waktu aku berusaha mengingatkan kamu dengan kenangan yang dulu, itu sudah cukup membuatku bahagia."
            "Tapi kenapa? Aku ingin membalas semua kebaikan kamu dengan cara mengingat masa lalu itu. Apa itu salah? Kamu saja bisa mengenal diriku walaupun kita sudah 9 tahun tidak bertemu sama sekali." Aku heran dengan percakapan Radit, apakah dia sudah menyerah? Sehingga dia berbicara seperti itu.
            "Karena aku mengenal kamu sebagai Dini, mau menjadi apapun kamu nanti di mataku dan ingatanku tetap saja kamu adalah Dini dan tidak pernah berubah. Kamupun harus bisa mengingat aku sebagai Radit yang sekarang, sahabat masa lalu kamu." Dia tersenyum dengan indah sembari mengeluarkan kata-kata yang membuat hatiku lirih. Perkataannya tadi sangat menyentuh hatiku sehingga aku ingin sekali menangis waktu itu.
            Ucapan itu sangat membuatku terpukul dan sedih, aku kagum akan sosok Radit, sahabat pertamaku. Andai saja aku dapat membalas semua kebaikannya tetapi dari tadi mataku cukup curiga dengan buku tebal yang Radit bawa namun dia mencoba menyembunyikannya di balik badannya. Hujan pun turun dengan deras, angin ribut benar-benar menghiasi malam yang larut dalam teka-teki ini. Radit pun segera pulang ke rumahnya dan untuk sejenak aku merasa harus berjuang untuk memerangi penyakit ini karena aku masih ingin berbuat baik kepada orang-orang yang menyayangiku.
            Berselang berpuluh-puluh menit kemudian ada sebuah kabar yang membuatku sangat terhentak bahkan jatuh pingsan karena Radit mengalami kecelakaan yang sangat parah sehingga tubuhnya menjadi hancur, Dokter segera memberikan obat penenang kepadaku yang sedang menangis histeris itu.
            Ya Tuhan, aku ingin ini mimpi burukku. Mimpi buruk yang dimana kala aku terbangun, aku bisa melihat sosok Radit lagi. Tetapi ini nyata dan menyakitkan untukku menerima semua ini, aku terbangun dari biusan obat itu dan aku masih sangat tidak percaya, hatiku seperti terasa benar-benar pecah dan sesak sekali.
            Mengapa harus hujan? Aku sangat menyukai hujan tapi mengapa hujan yang membawa Radit pergi? Apakah hujan mendukung kepergian Radit atau menangisi kepergian Radit?
            Radit tewas karena bertabrakan dengan Truk dan tubuhnya benar-benar hancur seperti motor yang dikendarainya.
            "Motor ini enggak apa-apa kan? Berarti aku juga enggak apa-apa, aku akan seperti motor ini yang kuat hahaha." Aku teringat kepada ucapan Radit waktu itu.
            Ucapan itu terngiang tapi mengapa harus seperti ini? Andai dapat aku cegah semua kata-kata itu keluar dari mulutnya karena manusia bukanlah mesin. Apakah kata-kata yang tadi adalah kata-kata terakhir?
            Walaupun tubuhku masih lemah namun aku memaksakan diri untuk keluar dari ruangan tempat aku dirawat. Aku segera mengambil infusanku tetapi aku tak kuat dan terjatuh lagi, terpaksa aku melepaskan infusan itu walaupun sakit sekali namun batin ini yang lebih tersakiti. Orang tuaku berada di depan pintu ruanganku dan disana terlihat orang tua Radit yang sangat sedih bahkan menangis. Orang tua Radit bercerita bahwa sebelumnya Radit menderita penyakit yang cukup parah dan rencananya akhir tahun Radit akan pindah untuk melakukan pengobatan. Orang tuaku mencegah aku keluar dari ruangan tetapi aku ingin mendengar tentang kabar Radit, Mamah Radit hanya menangis dan memberikan buku tebal dan ternyata itu adalah album foto yang masih berlumuran darah, pastinya darah Radit. Aku pun tidak kuat melihat semua masa lalu itu dan aku pun jatuh pingsan karena shock mendengar ini semua terjadi.
            Sebulan penuh aku berada di Rumah Sakit, tanpa ada yang menemani. Tidak ada yang mengajakku bercanda dan bermain lagi, kali ini aku butuh sesosok Radit untuk menemaniku, sahabat pertamaku. Radit telah mengajariku banyak hal, tentang teman, sahabat dan keluarga. Radit mampu membuat aku menjadi diriku sendiri bukan sosok yang aku benci, tetapi saat pemakaman Radit aku tidak hadir karena aku masih dalam keadaan yang kurang sehat, bahkan melihat jenazahnya pun aku tidak melihat sama sekali, hanya darah yang ada di album, kata-kata terakhir dan mungkin Tuhan tidak mengizinkan aku melihat Radit terlelap dengan tubuhnya yang hancur. Tadinya aku yang mengira bahwa aku yang akan pergi ke tempat abadi terlelap namun kenapa harus hal yang tidak terduga ini yang terjadi. Ini diluar batas kemampuan aku berpikir bahkan memperkirakan sesuatu yang tidak pernah terlintas di dalam pikiranku. Radit mengetahui penyakit yang aku derita selama ini dan ternyata diapun sama, mempunyai penyakit yang parah tetapi dia selalu merawatku dan jahatnya dia tidak menceritakan tentang penyakit yang di deritanya itu. Ternyata perkiraanku selama ini benar bahwa pasti ada ketidak jujuran dalam persahabatan pada akhirnya dan inilah yang membuat aku menyesal karena tidak mengetahui semua kebenaran ini dari awal. Andai waktu dapat aku putar kembali, pastinya aku akan luangkan lebih banyak waktu bersama Radit bahkan aku akan mencegah dia pergi malam itu.
            Hari ini aku bulatkan terkad untuk berkunjung ke makam Radit, aku membawakan bunga Lily seperti waktu itu, aku juga membawakan kumpulan puisi yang telah kubuat selama dia mengajariku membuat puisi hingga dia terlelap di alam sana. Aku harap aku tidak akan kehilangan seseorang seperti ini lagi, cukup ini cerminan yang besar dan aku tidak ingin mengalami kehilangan untuk kedua kalinya. aku akan menjaga orang yang aku sayangi dan berharga dihidupku bahkan kalau harus akukorbankan ragaku, aku rela karena sungguh ini menyakitkan dan berat untuk aku katakan ringan.
            "Hay Radit, apa kabarmu? Maafkan waktu itu aku tidak dapat hadir saat kamu dimakamkan. Kematian telah memisahkan kita ya? Kita sekarang berbeda alam.” Aku tidak sanggup menahan semua air mata, benar-benar terasa sesak di dada ini. Aku tidak sanggup berkata-kata lagi, hanya batu nisan yang betuliskan nama ‘Raditya Wilaga Kusuma’ yang ada di depan Radit, bukan wajahnya yang penuh senyuman lagi.
            “Bukan aku yang akan terlelap ternyata. Aku janji untuk memerangi penyakit ini, sehingga aku akan mewakili kamu untuk hidup di dunia ini. Terima kasih atas waktu yang selalu kamu luangkan untukku ya. Terima kasih atas semua pengorbananmu. Kapan aku bisa melihat semua senyummu lagi ya? Kapan kita bisa bermain lagi ya? Radit seperti permintaan terakhirmu, aku akan menurutinya dan aku akan menepatinya, aku bawakan Lily dan puisi untuk kamu, kamu adalah sahabat pertama dan sahabat terbaik dalam hidupku, berbahagialah dalam lelapmu Radit."
            Aku percaya Tuhan akan menjaga Radit di alam sana. Walaupun kita berdua berbeda alam tetapi aku akan selalu mengingat saat kita bersama-sama. Tetapi aku percaya bahwa Radit melihat dan mendengarku, bahkan dia melihat disaat aku benar-benar sedih kehilangan dia. Oleh sebab itu aku tidak akan menangis lagi, aku janji akan menjadi wanita yang tegar. Aku kirimkan puisi ini untukmu Radit.

Malam itu semua ketidak jujuran terungkap
Dan di malam itu semua terjadi
Tepatnya saat Tuhan memanggilmu untuk menghadap kepada-Nya
Hujanlah yang mengantarmu untuk meninggalkan ragamu
Aku hanya bisa terhentak
Ada suatu bagian dari dalam jiwaku yang hilang
Retak dan benar-benar rapuh
Kepergianmu adalah hal terpahit untukku
Kau hanya mampu titipkan setangkai Lily putih ini
Tapi tak dapat aku lihat lagi senyum indah dari wajahmu
Bahkan semua semangat mentarimu tidak dapat aku raih lagi
Kematian membuat aku kehilangan dirimu
Jauh dilain hari apakah kita akan bertemu lagi?
Aku mohon bicaralah kepadaku!
Izinkan aku membuatmu bahagia
Sahabat...
Aku telah rapuh, apakah kau akan kembali untuk menguatkanku?
Dapatkah aku melihat sosokmu lagi?
Sahabat terbaik bangunlah untuk mengatakan bahwa ini yang terakhir
Jangan terlalu lancang untuk meninggalkan aku tanpa kabar
Aku mohon hiduplah dalam hatiku
Setidaknya biarkanlah ruhmu ada dalam hati untuk mengisi kekosongan ini
Maafkan yang kesalahan yang aku perbuat
Maafkan semua kenangan yang sempat terlupa
Selamat tinggal RADIT semoga kau bahagia di alam sana
Selamat tinggal dan terlelap