Adik, sekarang kakak tak akan dipetik tangis
Karena adik harus tegar
Biar kakak hibur adik
Agar tangis tak mengalir lagi di pipi adik
Walau tak ada ayah dan ibu disini
Tapi adik harus percaya
Bahwa kakak akan menemani adik
Kakak akan menjaga adik
Bahkan kakak berani berkorban nyawa
Asal adik bahagia
Adik,
Dengarkan kata-kata kakak sekarang
Bahwa "Kakak akan ada untuk adik"
Kamis, 19 Juli 2012
Rabu, 18 Juli 2012
Lembahyung ketika angin bertanya
Aku memutar semua waktu dalam ukiran citra yang terpaku
Di sudut hari kumelirik kepada malam ketia bermimpi
Ketika hujan membasahi
Dan ketika siang menyinari
Selalu ada notasi dalam nada yang menari
Pergi dan kembali
Bagai naskah yang abadi
Cerita atau memori dikala mata mencari
Sosok bayangan yang tak nampak sampai hari ini
Berbeda dengan kemarin atau sebelumnya
Saat aku hadir dan aku masih bertanya
Ada apa dengan lakumu?
Tapi kau hanya terdiam seolah ini akhir segalanya
Aku tak ingin dengar itu darimu karena aku yakin kau masih ada disisiku
Baik esok ataupun lusa
Jangan buatku bertanya dan khawatir lagi
Lihatlah hari esok yang menjadi teka-teki
Di sudut hari kumelirik kepada malam ketia bermimpi
Ketika hujan membasahi
Dan ketika siang menyinari
Selalu ada notasi dalam nada yang menari
Pergi dan kembali
Bagai naskah yang abadi
Cerita atau memori dikala mata mencari
Sosok bayangan yang tak nampak sampai hari ini
Berbeda dengan kemarin atau sebelumnya
Saat aku hadir dan aku masih bertanya
Ada apa dengan lakumu?
Tapi kau hanya terdiam seolah ini akhir segalanya
Aku tak ingin dengar itu darimu karena aku yakin kau masih ada disisiku
Baik esok ataupun lusa
Jangan buatku bertanya dan khawatir lagi
Lihatlah hari esok yang menjadi teka-teki
Aku dengan Kamu
Aku adalah kesalahan di dalam dirimu
Aku adalah kekurangan untuk dirimu
Aku adalah kepahitan dalam hidupmu
Dan aku adalah kegelapan untuk siangmu
karena aku tak berharga di hidupmu
Yang ku tahu aku tak sempurna
Yang aku tahu aku bukan laksana sang dewi - dewi
Yang aku tahu engkau sempurna
Yang aku tahu engkau laksana sang dewa
Kita berbeda karena kita tak sama
Kita jauh karena kita tak dekat
Kita benci karena kita tak mau merasakan cinta
Kita egois karena diantara kita tak ada yang mau mengalah
Aku debu engkau mutiara
Aku bumi engkau langit
Aku siang engkau malam
Aku air engkau pun api
Itulah kita sekarang
Tak pernah mau akur satu dengan yang lainnya
Dan aku benci jika harus katakan ini
Bahwa aku bukan dirimu lagi
Aku adalah kekurangan untuk dirimu
Aku adalah kepahitan dalam hidupmu
Dan aku adalah kegelapan untuk siangmu
karena aku tak berharga di hidupmu
Yang ku tahu aku tak sempurna
Yang aku tahu aku bukan laksana sang dewi - dewi
Yang aku tahu engkau sempurna
Yang aku tahu engkau laksana sang dewa
Kita berbeda karena kita tak sama
Kita jauh karena kita tak dekat
Kita benci karena kita tak mau merasakan cinta
Kita egois karena diantara kita tak ada yang mau mengalah
Aku debu engkau mutiara
Aku bumi engkau langit
Aku siang engkau malam
Aku air engkau pun api
Itulah kita sekarang
Tak pernah mau akur satu dengan yang lainnya
Dan aku benci jika harus katakan ini
Bahwa aku bukan dirimu lagi
Piramida hati
Begitu saja angin berlalu
Menghempaskan alunan syahdu
Membuat gejolak tak bernyawa
Di antara sentuhan air yang berjatuhan
Apakah arti dari mimpiku?
Aku tak dapat menjabarkan setiap rasa dalam detikku
Yang ada hanya sebongkah tanya
Tentang duniaku yang menyendiri
Terpisah jauh dari angkasa lain
Dapatkah kuberfikir tentang hatiku?
Entah , sulit jika harus dipahami
Sebongkah tanya takkan bertepi
Menghempaskan alunan syahdu
Membuat gejolak tak bernyawa
Di antara sentuhan air yang berjatuhan
Apakah arti dari mimpiku?
Aku tak dapat menjabarkan setiap rasa dalam detikku
Yang ada hanya sebongkah tanya
Tentang duniaku yang menyendiri
Terpisah jauh dari angkasa lain
Dapatkah kuberfikir tentang hatiku?
Entah , sulit jika harus dipahami
Sebongkah tanya takkan bertepi
Ini aku dan itu mimpiku
Kuhitung detik dalam genggaman jemari
Aku masih berlari
Di hamparan sabana dan gurun pasir
Dunia fatamorgana inipun terlahir
Sekarang aku masih yakin untuk berdiri tegap
Melawan badai di tengah terik mentari
Melangkah, berlari dan terjatuh lagi
Seperti garis takdir yg sudah tercipta
Hidup ini kumulai dari tangisan kecil
Hingga mungkin harus berakhir dengan tulang yg rapuh
Tahukah kawan?
Kita semua miliki mimpi
Dibalik itu kita juga miliki batas akhir hidup ini
Kita yg awalnya tercipta dan akhirnya akan tertidur abadi
Masih bisa kokoh sekarang
Namun jika kulihat ke sudut langit
Sudah banyak kawan-kawan kita yg telah pergi
Dan aku masih disini
Mengejar mimpi tak ada henti
Walau letih tapi hasrat ini abadi
Selalu ingin mengejar mimpi
Berbagi kasih dan tawa dengan yg lain
Kawan,
Jika kau mengerti tentang setiap kata yg kurangkai ini pasti kau akan mengerti
Tentang kisah manusia yg masih berlari
Dalam khayalannya menuju sang mentari
Aku masih berlari
Di hamparan sabana dan gurun pasir
Dunia fatamorgana inipun terlahir
Sekarang aku masih yakin untuk berdiri tegap
Melawan badai di tengah terik mentari
Melangkah, berlari dan terjatuh lagi
Seperti garis takdir yg sudah tercipta
Hidup ini kumulai dari tangisan kecil
Hingga mungkin harus berakhir dengan tulang yg rapuh
Tahukah kawan?
Kita semua miliki mimpi
Dibalik itu kita juga miliki batas akhir hidup ini
Kita yg awalnya tercipta dan akhirnya akan tertidur abadi
Masih bisa kokoh sekarang
Namun jika kulihat ke sudut langit
Sudah banyak kawan-kawan kita yg telah pergi
Dan aku masih disini
Mengejar mimpi tak ada henti
Walau letih tapi hasrat ini abadi
Selalu ingin mengejar mimpi
Berbagi kasih dan tawa dengan yg lain
Kawan,
Jika kau mengerti tentang setiap kata yg kurangkai ini pasti kau akan mengerti
Tentang kisah manusia yg masih berlari
Dalam khayalannya menuju sang mentari
Bayangan
Piramida langit ketika malam bermimpi
Dengarkan,
Syair burung-burung yg bernyanyi
Ketika dintum naluri terangkat oleh riangnya rumput-rumput yg menari
Dihiasi oleh cahya bak sang rembulan
Disaat itulah aku benar-benar menemukan siapa bayanganku
Wahai pantulan yg ada di depan cermin
Aku kenali dirimu
Serasa dekat dengan setiap langkahmu
Namun aku rasa jauh dengan indramu
Mengapa kau lepas dari diriku?
Membiarkanku lalu lalang mencari siapa tokoh dalam diriku
Seribu dongeng tak ada satu bayanganku
Kini kutemukan dalam serpihan cermin semu
Dan kau tak mau menatapku
Karena aku tak mengenali siapa AKU
Ini dongeng yang bertemakan aku
Gadis bodoh tanpa karakternya
Mengemis dikala semua berhenti
Harapan bodoh tanpa jatidiri
Dengarkan,
Syair burung-burung yg bernyanyi
Ketika dintum naluri terangkat oleh riangnya rumput-rumput yg menari
Dihiasi oleh cahya bak sang rembulan
Disaat itulah aku benar-benar menemukan siapa bayanganku
Wahai pantulan yg ada di depan cermin
Aku kenali dirimu
Serasa dekat dengan setiap langkahmu
Namun aku rasa jauh dengan indramu
Mengapa kau lepas dari diriku?
Membiarkanku lalu lalang mencari siapa tokoh dalam diriku
Seribu dongeng tak ada satu bayanganku
Kini kutemukan dalam serpihan cermin semu
Dan kau tak mau menatapku
Karena aku tak mengenali siapa AKU
Ini dongeng yang bertemakan aku
Gadis bodoh tanpa karakternya
Mengemis dikala semua berhenti
Harapan bodoh tanpa jatidiri
Aku yang hilang
Aku,
Menelusuri setiap malam
Mencari sesuatu yg hilang padaku
Beralih dari setiap angan
Karena aku butuh hal yg hilang pada diriku
Burung-burung tawarkan sayapnya padaku
Namun, aku ragu menjatuhkan sayap dipunggungku
Dilangkah yang kedua
Mentari coba tawarkan sinarnya padaku
Namun, aku ragu untuk selalu menjadi lilin
Angin itu berdesis
Mempertanyakan apa yg aku cari
Apakah itu fiksi atau fakta?
Namun aku rasa itu nyata
Aku yakin!
Ribuan abad dalam setiap detik
Aku lelah,
Berteduhlah aku dengan membasuh wajahku di oase itu
Tiba-tiba terlihat sesosok pantulan menyerupai diriku
Siapakah itu?
Apa itu aku?
Aku baru menyadarinya
Bayanganku yang ada dalam diriku
Itu yg selama ini aku cari dalam waktuku
Bayangan itu terjebak dalam kelam
Dan aku sekarang menemukannya
Yang sebenarnya dekat denganku
Pecahan yg hilang itu adalah DIRIKU
Menelusuri setiap malam
Mencari sesuatu yg hilang padaku
Beralih dari setiap angan
Karena aku butuh hal yg hilang pada diriku
Burung-burung tawarkan sayapnya padaku
Namun, aku ragu menjatuhkan sayap dipunggungku
Dilangkah yang kedua
Mentari coba tawarkan sinarnya padaku
Namun, aku ragu untuk selalu menjadi lilin
Angin itu berdesis
Mempertanyakan apa yg aku cari
Apakah itu fiksi atau fakta?
Namun aku rasa itu nyata
Aku yakin!
Ribuan abad dalam setiap detik
Aku lelah,
Berteduhlah aku dengan membasuh wajahku di oase itu
Tiba-tiba terlihat sesosok pantulan menyerupai diriku
Siapakah itu?
Apa itu aku?
Aku baru menyadarinya
Bayanganku yang ada dalam diriku
Itu yg selama ini aku cari dalam waktuku
Bayangan itu terjebak dalam kelam
Dan aku sekarang menemukannya
Yang sebenarnya dekat denganku
Pecahan yg hilang itu adalah DIRIKU
Lily pertama dan hujan yang mengantar kepergianmu
Sebut saja
aku wanita salju, seseorang yang dingin hati dan tidak mengerti tentang apa itu
'Sahabat'. Tahun ajaran baru, semua orang mendapatkan teman-teman baru dan aku berfikir
bahwa itu tidak menyenangkan, terutama untuk aku yang sangat tidak memikirkan
apa itu teman atau sahabat karena menurutku pada akhirnya persahabatan akan selalu berakhir dengan pengkhianatan dan ketidak
jujuran. Dari sanalah cerita ini berawal, orang-orang menjulukiku sebagai
wanita salju yang selalu berdingin hati kepada siapapun.
Pagi yang
cerah itu, mega-mega indah warnanya dan saat aku tiba di sekolah ada seorang
laki-laki yang memasuki kelasku. Tiba-tiba saja sosok itu mendekatiku seolah
dia telah kenal lama denganku. Aku hanya memasang wajah tidak tahu apa-apa tapi tiba-tiba
dia berkata.
"Kamu teman masa kecilku kan?" Aku sangat bingung
sekali karena dia melontarkan pertanyaan yang aneh.
"Siapa kamu? Emang aku kenal? Sorry salah orang."
Aku
langsung ingin pergi dari bangkuku karena ini semua sangat gila, ada seorang
laki-laki yang tidak aku kenal sama sekali tapi tiba-tiba datang menghampiriku
dan berbicara bahwa aku teman masa lalunya.
Ini adalah kejadian yang sangat konyol.
Langkahku terus menelusuri lorong-lorong kelas tetapi sejenak menjadi terhenti karena tiba-tiba saja aku merasakan sakit dibagian dada dan otakku merasa sangat tertekan sekali.
Langkahku terus menelusuri lorong-lorong kelas tetapi sejenak menjadi terhenti karena tiba-tiba saja aku merasakan sakit dibagian dada dan otakku merasa sangat tertekan sekali.
“Ada apa ini? Mengapa aku seperti
lemah begini?” Keluhku dalam hati.
Aku
langsung pergi ke UKS dan mencari obat sakit kepala tetapi ternyata obat itu
tidak berefek kepadaku. Dalam hitungan detik tiba-tiba saja aku ingin
beristirahat tetapi ternyata malah aku jatuh pingsan.
Pertama aku membuka mata, kedua
orang tuaku sudah berdiri di depanku. Aku mencium bau obat-obatan dan ternyata
ini adalah Rumah Sakit. Dokter memberiku surat peringatan agar aku tidak
mengikuti jam pelajaran praktek olahraga, tapi menurutku itu akan sangat
membosankan karena aku tidak dapat bermain futsal
lagi.
Keesokan harinya, prasangku
ternyata benar. Aku tidak dapat bermain futsal karena surat yang diberi oleh Dokter dan akupun hanya bisa terdiam di sudut lapangan, tidak ada
satu pun orang yang mau bermain denganku. Ini adalah tahun ajaran baru yang
sangat membosakan sekali, baru saja aku masuk ke sekolah ini tetapi sudah
terjadi hal seperti ini. Tiba-tiba dibawah terik matahari
yang sangat panas itu ada seorang laki-laki yang menghampiriku dan itu tidak
lain adalah anak laki-laki aneh yang kemarin.
"Mau main futsal denganku
tidak? Apa kamu tidak mempunyai nyali sehingga hanya bisa berdiam di sudut
lapangan ini sendiri hahaha."
"Diam kau! Aku berani, okeh
kita akan bertanding!" Sepertinya dia benar-benar ingin menantang kehebatanku
dalam bermain futsal. Walaupun aku
lemah tetapi untuk urusan futsal
tidak usah
dikhawatirkan lagi. Pertandingan futsal itu berlangsung hanya dengan dua orang
pemain, hebatnya aku selalu mencetak gol padahal aku melawan seorang laki-laki dengan postur
badan yang tinggi, entah mengapa kali ini aku merasa
tidak kesepian lagi.
"Bagaimana? Apa kau ingat waktu
dulu kita selalu main bersama?" Radit mengucapkan hal itu saat aku hendak menendang bola
ke gawang. Permainan
futsal itu menjadi terhenti karena aku menjadi sangat
tidak bersemangat jika membahas tentang hal ini lagi, tidak ada gunanya membahas hal yang tidak pernah terjadi.
"Dengar yah Boy! Aku tidak kenal kamu, bahkan kamu
tidak kenal aku. Tetapi begitu lancang kamu membuat aku seperti lupa atau
sebagainyalah! Terima kasih telah menemaniku bermain tetapi aku muak membahas
hal bodoh ini!" Aku meninggalkan laki-laki itu begitu saja.
Aku sangat heran dengan tindakan dia
yang selalu menanyakan tentang masa lalu. Tindakan aku kepada orang lain selalu
saja dingin, aku tidak pernah melihat apakah dia laki-laki atau pun perempuan
tetapi emosiku tidak akan bisa terkontrol jika sudah meledak
apalagi dia selalu membicarakan hal yang menurutku sangat aneh dan membuat
suasana menjadi kering.
Hari-hari pun berlalu, aku
mendapatkan info yang banyak tentang laki-laki aneh itu, ternyata namanya
adalah Radit. Dia
adalah anggota tim basket yang handal tetapi dia sangat lemah jika bermain futsal. Aku merasa sangat aneh karena
dia mau bermain futsal denganku
padahal dia tidak bisa bermain sama sekali dan itu pasti akan membuatnya sangat
malu, dia adalah Top Idol di sekolah
ini tetapi aku tidak peduli tentang itu.
“Mengapa Top Idol itu sangat aneh?”
Pulang dari sekolah aku masih mengerjakan LKS Matematika,
tiba-tiba Mamah membereskan semua album foto dan aku pun jadi ingin melihat
semua kenangan ketika aku kecil dan dari situlah semua kebenaran mulai
terungkap. Ternyata aku melupakan seseorang yang ada pada masa laluku, awalnya
aku sedikit kebingungan karena aku tidak dapat mengingat sama sekali siapa nama
orang ini dan dia adalah siapa dimasa laluku.
"Ka,
ini Radit, temen waktu di Bandung." Mamah memberikan foto Radit
kepadaku.
"Siapa? Radit yang mana?"
Dugaan
Dokter selama ini ternyata benar, semenjak aku mengalami cedera
karena jatuh dari lantai tiga dan kepalaku
terbentur sangat keras tepatnya ketika aku berumur 4 tahun. Ternyata
aku melupakan setengah memori masa laluku tapi mengapa harus satu objek yang aku lupakan? Apakah masuk akal jika amnesia
hanya melupakan satu orang saja? Ini aneh dan tidak
masuk akal. Ini bukan sinetron. Ternyata Radit bukanlah orang yang aneh atau
gila tetapi itu adalah kenyataannya, aku telah melupakan seseorang
yang menjadi temanku selama 2 tahun.
Di sudut ruangan kelas, semua orang
malah asik sendiri dengan kubu-kubunya tetapi aku netral atau sama sekali tidak
berkomunikasi dengan orang-orang yang ada disini. Radit tetap kokoh akan
pendiriannya dan berusaha mengingatkanku dengan masa lalu yang kita lewati
dulu, hari ini dia membawa gelembung udara yang ditiup.
"Dini! lihat ini, kita dulu sering bermain ini saat masih kecil,
kamu ingatkan?" Radit meniup gelembung itu dengan senyuman khas lesung pipitnya.
"Radit, memang semua itu benar tapi maaf aku
benar-benar tidak ingat apapun tentang kamu, mungkin kamu tahu tentang kejadian
di masa lalu yang menimpa aku kan?"
"Aku tahu, aku harap dapat mengingatkan kamu pada masa lalu
yang pernah
kita lewati bersama dan aku tidak akan menyerah!" Radit sangat menaruh harapan besar agar aku bisa
ingat semua masa lalu itu tapi ini tidak mungkin rasa karena ingatanku tentang
dia benar-benar nihil.
Hari-hari pun telah berganti menjadi bulan dan Radit masih terus
saja berusaha mengingatkan pada masa kecilku dengan dia, padahal aku hanya
teman masa kecilnya, aku bukan orang yang terlalu berharga dihidupnya 'hanya
teman masa kecil'. Waktu mendekatkan keberadaan kami berdua, kita sering bermain dan belajar
bersama. Radit sangat senang bila aku
mengajarinya Matematika dan selama ini kita berganti posisi. Dia
mengajariku tentang sastra walaupun
terkadang aku tidak mengerti karena bahasanya terlalu
berlebihan namun menurutku itu indah. Tuhan mungkin merencanakan suatu keajaiban dimana aku
menemukan seseorang yang bisa mengerti bahkan peduli terhadap diriku melebihi
aku sendiri. Aku mulai mengerti dan sadar bahwa
ini adalah seorang ‘Sahabat’,
Radit adalah sahabat pertamaku. Selama ini aku merasa kesepian namun kini tidak lagi, bahkan ada yang lebih bisa mengerti dibandingkan yang
lainnya. Radit mengetahui penyakit yang aku derita selama ini, dia selalu ada di setiap aku benar-benar butuh tempat untuk
bercerita tentang problematika yang aku
hadapi,sahabat setia yang selalu ada
untukku.
Pagi itu keluargaku dan keluarga Radit pergi ke Bandung, tepatnya ke tempat yang dulu, saat aku
masih kecil. Radit mengajakku berkeliling dan ternyata aku di bawa ke suatu tempat yang indah seperti alam yang selalu aku
impi-impikan. Ada satu pohon besar di tengah rumput-rumput yang hijau.
Aku dan Radit berlari ke tempat itu dan dia mengingatkanku pada tulisan alif, ba, ta dan tsa yang aku ukir di pohon ketika kami berdua bersekolah di Playgroup An-Nissa
tetapi sungguh aku tidak ingat apa-apa. Raut
Radit selalu saja tidak berubah, dia tetap bersemangat dan pantang menyerah.
Aku benar-benar tidak ingat semua kenangan tentang Radit. Mengapa orang yang
berharga harus benar-benar kusakiti Tuhan? Aku akan
berusaha agar aku bisa mengingat kenangan saat kita bersama.
Waktu
terasa sangat singkat, seperti air yang mengalir dengan deras pada haluannya. Hampir 5 bulan semua usaha telah dilakukan, hari ini aku
diajak bermain ke rumah Radit.. Radit adalah pribadi yang sangat
mandiri dan selalu saja dia tidak akan lepas dengan motor hitamnya. Tetapi tadi
malam aku mendengar bahwa Radit mengalami kecelakaan yang cukup serius.
"Radit, kamu enggak
apa-apa?"
"Aku ga apa-apa ko tenang ajah haha." Radit masih tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa
tadi malam.
"Kamu tuh ya! Kalau habis kecelakaan harusnya istirahat. Eh ini malah
mandiin motor!" Aku cukup kesal kepada tindakannya yang seperti ini. Dia
selalu mementingkan bahkan memerhatikan aku lebih dari apa pun tetapi dia tidak
peduli kepada dirinya sendiri.
"Udah Dini, ga usah khawatir ya.Selama motor ini enggak
apa-apa pasti aku jugaenggak apa-apa.
Motor ini kuat ko pasti aku juga kuat, kan aku
majikannya haha." Tertawa dan tersenyum, itulah yang selalu kulihat
pada wajah Radit.Seperti tidak mempunyai masalah di dalam hidupnya. Aku iri kepada Radit, seandainya aku bisa seperti dia dan
tidak mempunyai penyakit pasti aku bisa
tertawa dan tersenyum di setiap harinya.
Siang itu mentari begitu bersinar dengan terang tetapi aku lebih menyukai hujan dibandingkan langit yang sangat cerah karena aku lebih bersahabat dengan hujan. Walaupun
aku bermandikan
hujan selama 4 jam namun aku tidak pernah
sakit. Hujan
adalah hal yang bisa membuatku tersenyum dan gembira karena disetiap gemerciknya aku selalu
menaruh harapan untuk hidup dan bernafas lebih lama lagi.
Tiba-tiba
panas mentari membuatku sangat pusing sekali dan kondisi tubuhku tiba-tiba menjadi
lemah sehingga aku terjatuh dari tangga sekolah dan itu cukup menyita waktuku untuk beberapa
terlelap.
Saat aku mulai tersadar, aku mulai mendengar percakapan
dokter dan Papah, aku hanya berpura-pura kalau aku masih belum
sadar tetapi sungguh percakapan itu sangat mengejamkan dan aku tidak ingin mendengar percakapan Dokter
lagi.
"Anak bapak umurnya tidak
akan panjang lagi, mungkin sampai usia
17 atau 18 tahun lagi."
"Apa tidak ada cara lain Dok?
Saya mohon Dok, berapapun biayanya akan saya keluarkan!"
"Bukan begitu, cara satu-satunya hanya dia
dapat memerangi penyakitnya karena penyakit yang dideritanya dari tahun-tahun semakin kelihatan sehingga menyebabkan dia
menjadi selalu lemah."
Percakapan singkat itu cukup membuatku terpukul dan tidak berdaya, sungguh aku ingin berteriak.
Mengapa dokter bisa memvonis semua itu? Padahal dia bukan
Tuhan. Ayahku dan Dokter pergi keluar untuk menunjukan
hasil chek-up dari tahun ke tahun. Air mataku benar-benar tidak bisa tertahan, aku memang perempuan yang lemah tetapi aku masih ingin
hidup lebih lama lagi, baru saja aku bertemu dengan seorang sahabat yang tidak
pernah aku temukan sebelumnya tetapi inilah kenyataan yang harus aku
terima.Pintu ruangan itu terbuka dengan perlahan-lahan tanpa di duga Radit datang dan aku langsung membuka kedua
mataku. Aku
tidak bercerita tentang apa yang akudengar
tadi tetapi aku malah tersenyum karena aku tidak mau mengkhawatirkan Radit
lagi. Radit datang membawakanku setangkai Lily
putih, entah mengapa dia memberiku Lily padahal
sebelumnya Radit tidak pernah memberiku hadiah.
"Ini untuk kamu, Din." Radit
menyerahkan bunga Lily itu kepadaku.
"Apa ini? Lily untuk aku?" Aku hanya masih bertanya-tanya tentang
Lily putih itu.
"Ya, walaupun aku tahu kamu tidak suka bunga tetapi aku
berharap ini adalah bunga pertama yang akan kamu suka. Aku melihat Lily ini nampak seperti kamu."
"Seperti aku?" Aku benar-benar bingung kenapa Lily
ini bisa nampak seperti diriku.
"Warna putih melambangkan kesucian,
dan kamu walaupun terhias oleh warna apa pun tetapi warnamu yang sebenarnya
adalah putih."
"Terima kasih yah Radit kamu memang sahabat terbaik
yang aku punya di dunia ini." Aku langsung memegang bunga Lily putih itu dan mencium
aromanya.
"Sama-sama, tetapi aku punya satu permintaan untuk
kamu. Tolong jangan kamu coba ingat kenangan yang lalu lagi karena aku tidak ingin kamu celaka atau sakit lagi karenaaku, Din.
Kamu cukup mengingat aku yang sekarang, kamu cukup ingat bagaimana waktu aku
berusaha mengingatkan kamu dengan kenangan
yang dulu, itu sudah cukup membuatku bahagia."
"Tapi kenapa? Aku ingin membalas
semua kebaikan kamu dengan cara mengingat masa lalu itu. Apa itu salah? Kamu saja bisa mengenal
diriku walaupun kita sudah 9 tahun tidak bertemu
sama sekali." Aku heran dengan percakapan Radit,
apakah dia sudah menyerah? Sehingga dia berbicara seperti itu.
"Karena aku mengenal kamu sebagai Dini, mau menjadi apapun kamu nanti di mataku dan ingatanku tetap saja
kamu adalah Dini dan tidak pernah berubah. Kamupun
harus bisa mengingat aku sebagai Radit yang sekarang, sahabat masa lalu kamu." Dia tersenyum dengan indah sembari mengeluarkan kata-kata
yang membuat hatiku lirih. Perkataannya tadi sangat menyentuh hatiku sehingga
aku ingin sekali menangis waktu itu.
Ucapan itu sangat membuatku terpukul dan sedih, aku kagum
akan sosok Radit, sahabat pertamaku. Andai saja aku dapat membalas semua
kebaikannya tetapi dari tadi mataku cukup curiga dengan buku tebal yang
Radit bawa namun dia mencoba menyembunyikannya di balik badannya. Hujan pun turun dengan deras, angin
ribut benar-benar menghiasi malam yang larut dalam teka-teki ini. Radit pun segera pulang ke rumahnya dan untuk sejenak
aku merasa harus berjuang untuk memerangi penyakit ini karena aku masih ingin
berbuat baik kepada orang-orang yang menyayangiku.
Berselang berpuluh-puluh menit kemudian
ada sebuah kabar yang membuatku sangat terhentak bahkan jatuh pingsan karena
Radit mengalami kecelakaan yang sangat parah sehingga tubuhnya menjadi hancur, Dokter segera memberikan obat penenang kepadaku yang sedang
menangis histeris itu.
“Ya Tuhan, aku ingin ini mimpi burukku. Mimpi
buruk yang dimana kala aku terbangun, aku bisa melihat sosok Radit lagi.” Tetapi ini nyata dan menyakitkan untukku menerima semua
ini, aku terbangun dari biusan obat itu dan aku masih sangat tidak percaya, hatiku seperti
terasa benar-benar pecah dan sesak sekali.
“Mengapa harus hujan? Aku sangat menyukai hujan tapi mengapa
hujan yang membawa Radit pergi? Apakah hujan mendukung kepergian Radit atau
menangisi kepergian Radit?”
Radit tewas karena bertabrakan dengan Truk dan tubuhnya
benar-benar hancur seperti motor yang dikendarainya.
"Motor ini enggak
apa-apa kan? Berarti aku juga enggak
apa-apa, aku akan seperti motor ini yang kuat hahaha." Aku teringat
kepada ucapan Radit waktu itu.
“Ucapan itu terngiang tapi mengapa harus seperti ini? Andai
dapat aku cegah semua kata-kata itu keluar dari mulutnya karena
manusia bukanlah mesin. Apakah kata-kata yang tadi adalah
kata-kata terakhir?”
Walaupun tubuhku masih lemah namun aku memaksakan diri untuk
keluar dari ruangan tempat
aku dirawat. Aku
segera mengambil infusanku tetapi aku tak kuat dan terjatuh lagi, terpaksa aku
melepaskan infusan itu walaupun sakit sekali namun batin ini yang lebih
tersakiti. Orang tuaku berada di depan pintu ruanganku dan disana terlihat orang tua Radit yang sangat sedih
bahkan menangis. Orang tua Radit bercerita bahwa sebelumnya Radit menderita
penyakit yang cukup parah dan rencananya akhir tahun Radit akan pindah untuk
melakukan pengobatan. Orang tuaku mencegah aku keluar dari ruangan tetapi aku ingin mendengar tentang kabar Radit, Mamah Radit
hanya menangis dan memberikan buku tebal dan ternyata itu adalah album foto
yang masih berlumuran darah, pastinya darah Radit.
Aku pun tidak kuat melihat semua masa lalu itu
dan aku pun jatuh pingsan karena shock mendengar
ini semua terjadi.
Sebulan penuh aku berada di Rumah
Sakit, tanpa ada yang menemani.
Tidak ada yang mengajakku bercanda dan bermain lagi, kali ini
aku butuh sesosok Radit untuk menemaniku, sahabat pertamaku. Radit telah
mengajariku banyak hal, tentang teman, sahabat dan keluarga. Radit mampu
membuat aku menjadi diriku sendiri bukan sosok yang aku benci, tetapi saat
pemakaman Radit aku tidak hadir karena aku masih dalam keadaan yang kurang
sehat, bahkan melihat jenazahnya pun aku tidak melihat sama sekali,
hanya darah yang ada di album, kata-kata terakhir dan mungkin
Tuhan tidak mengizinkan aku melihat Radit terlelap dengan
tubuhnya yang hancur. Tadinya aku yang mengira bahwa aku
yang akan pergi ke tempat abadi terlelap namun kenapa harus hal yang tidak
terduga ini yang
terjadi. Ini diluar batas kemampuan aku berpikir bahkan
memperkirakan sesuatu yang tidak pernah terlintas di dalam pikiranku. Radit mengetahui penyakit yang aku
derita selama ini dan ternyata diapun sama, mempunyai penyakit yang
parah tetapi dia selalu merawatku dan jahatnya dia tidak menceritakan tentang
penyakit yang di deritanya itu. Ternyata perkiraanku selama ini benar bahwa pasti ada
ketidak jujuran dalam persahabatan pada akhirnya dan inilah yang membuat aku
menyesal karena tidak mengetahui semua kebenaran ini dari awal. Andai waktu
dapat aku putar kembali, pastinya aku akan luangkan lebih banyak waktu bersama
Radit bahkan aku akan mencegah dia pergi malam itu.
Hari ini aku bulatkan terkad untuk
berkunjung ke makam Radit, aku membawakan bunga Lily seperti waktu itu, aku
juga membawakan kumpulan puisi yang telah kubuat selama dia
mengajariku membuat puisi hingga dia terlelap di alam sana. Aku harap aku tidak akan
kehilangan seseorang seperti ini lagi, cukup
ini cerminan yang besar dan aku tidak ingin mengalami kehilangan untuk kedua kalinya. aku
akan menjaga orang yang aku sayangi dan berharga dihidupku bahkan kalau
harus akukorbankan ragaku, aku rela karena sungguh ini
menyakitkan dan berat untuk aku katakan ringan.
"Hay Radit, apa kabarmu? Maafkan waktu itu aku tidak dapat
hadir saat kamu dimakamkan. Kematian telah memisahkan kita ya? Kita sekarang
berbeda alam.” Aku tidak sanggup menahan semua air mata, benar-benar terasa
sesak di dada ini. Aku tidak sanggup berkata-kata lagi, hanya batu nisan yang
betuliskan nama ‘Raditya Wilaga Kusuma’ yang ada di depan Radit, bukan wajahnya
yang penuh senyuman lagi.
“Bukan
aku yang akan terlelap ternyata. Aku janji untuk memerangi penyakit ini,
sehingga aku akan mewakili kamu untuk hidup di dunia ini. Terima kasih atas
waktu yang selalu kamu luangkan untukku ya. Terima kasih atas semua
pengorbananmu. Kapan aku bisa melihat semua senyummu lagi ya? Kapan kita bisa
bermain lagi ya? Radit seperti permintaan terakhirmu,
aku akan menurutinya dan aku akan menepatinya, aku bawakan Lily dan puisi untuk
kamu, kamu adalah sahabat pertama dan sahabat terbaik dalam hidupku,
berbahagialah dalam lelapmu Radit."
Aku
percaya Tuhan akan menjaga Radit di alam sana. Walaupun kita berdua berbeda
alam tetapi aku akan selalu mengingat saat kita bersama-sama. Tetapi aku percaya bahwa Radit melihat dan mendengarku,
bahkan dia melihat disaat aku benar-benar sedih kehilangan dia. Oleh sebab itu
aku tidak akan menangis lagi, aku janji akan menjadi wanita yang tegar. Aku
kirimkan puisi ini untukmu Radit.
Malam itu semua
ketidak jujuran terungkap
Dan di malam
itu semua terjadi
Tepatnya saat
Tuhan memanggilmu untuk menghadap kepada-Nya
Hujanlah yang
mengantarmu untuk meninggalkan ragamu
Aku hanya bisa
terhentak
Ada suatu
bagian dari dalam jiwaku yang hilang
Retak dan benar-benar
rapuh
Kepergianmu
adalah hal terpahit untukku
Kau hanya mampu
titipkan setangkai Lily putih ini
Tapi tak dapat
aku lihat lagi senyum indah dari wajahmu
Bahkan semua
semangat mentarimu tidak dapat aku raih lagi
Kematian
membuat aku kehilangan dirimu
Jauh dilain
hari apakah kita akan bertemu lagi?
Aku mohon
bicaralah kepadaku!
Izinkan aku
membuatmu bahagia
Sahabat...
Aku telah
rapuh, apakah kau akan kembali untuk menguatkanku?
Dapatkah aku
melihat sosokmu lagi?
Sahabat terbaik
bangunlah untuk mengatakan bahwa ini yang terakhir
Jangan terlalu
lancang untuk meninggalkan aku tanpa kabar
Aku mohon
hiduplah dalam hatiku
Setidaknya
biarkanlah ruhmu ada dalam hati untuk mengisi kekosongan ini
Maafkan yang
kesalahan yang aku perbuat
Maafkan semua
kenangan yang sempat terlupa
Selamat tinggal
RADIT semoga kau bahagia di alam sana
Selamat tinggal
dan terlelap
Langganan:
Postingan (Atom)